KISAH di bawah ini beredar di berbagai forum, fanpage facebook, dan
blog. Entah siapa yang menuliskannya, namun satu hal yang pasti, kita
bisa memetik pelajaran sangat banyak darinya. Semoga peristiwa di bawah
ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir
sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah
benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua,
membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku.
Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas
istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan
lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya
kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat
menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami
sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan
segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku
tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku
selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya
setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku
padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua
keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani
melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku.
Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku
sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan
meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku
meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia
menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai
pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senan g
dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja,
tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB
dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam
sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia
membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari
empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya .
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah
ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran
yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak
hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku
mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang
ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami
dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah
yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari
itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku.
Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang
mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan
tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan
perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti
anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak
menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan
pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia
kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat
untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan
waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam
kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang
tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan
kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun
betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di
rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak
menemukannya di dalam tas.
Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya
uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke
tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya
menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa
menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali
berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah
membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya
padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat, kuatir aku
menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu
jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon.
Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang
membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah
membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku
kembali lagi.
Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku
segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar
sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun
sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering
teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara
bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon
suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu
memperkenalkan diri, “Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak
armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.
Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa
suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah
sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima
kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku
menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon
mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat
seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana
juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya
diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku
tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan
segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat
ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan
menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena
kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan
kematiannya.
Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua
orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata
setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan
mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan
mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku
termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar
menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan
kupandangi dengan seksama.
Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan
padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya
yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh
wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat.
Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap
berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku
padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis
tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti,
airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam
mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti
menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang
telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku
hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang
kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi
terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen
mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku
sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak
pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak
disukai.
Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie
instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia
mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak
untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak
perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan
masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari
karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi
permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau
jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika
melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak
tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun
dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku
dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka
kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan
seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam
keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk
termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku
makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau
aku sedang mengambek dulu.
Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya
seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok
menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang
meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah,
membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku
menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan
sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi
sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali.
Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi
kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku
begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku
tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap
tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja,
sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau
kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikanny a, sekarang dengan
mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan
kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru
menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah
karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku
rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku
marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang
mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas.
Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah
karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun
karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu
sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit.
Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari
keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini
kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka
setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk
bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus
kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan
tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya
selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah
yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan
setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya
bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya.
Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya
ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun
menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh
uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah
bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja
atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan
kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi
bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali.
Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama
seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris
memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan
seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam
surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi
suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf
karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri.
Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah
memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak
adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya.
Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama
ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian
nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang
bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk
membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka,
ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk
membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan
padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama
ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh
yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa
mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria
pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi
dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya.
Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang
diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa
asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya.
Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan
usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang
kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar
cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap
membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang
hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam
hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika
orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku
selaman-lamanya , tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku
saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi
putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami
bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya
Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu,
cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan
mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan
hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar
apapun persoalan, kalian akan menyelesaikanny a atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah
mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada
ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada
suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi
menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas
darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya
yang begitu tulus.
26 Agustus 2014
25 Agustus 2014
Mengapa Harga Satu Ampul Darah Mahal ?
Mengapa ya saat kita butuh darah, kita harus membayarnya dengan harga yang cukup mahal untuk tiap ampul darah ? Bukankah PMI memperolehnya dari para pendonor bisa dibilang ' GRATIS ' atau hanya bermodalkan mie instant, susu, bubur kacang hijau, ataupun suplemen penambah darah. Bagaimana bila ada seorang pasien membutuhkan darah dan ada anggota keluarganya yang bersedia mendonorkan darahnya, apakah tetap dikenakan biaya ataukah cuma-cuma. Yuk...kita simak yang berikut ini mengapa satu ampul darah menjadi sangat mahal ketika ada pasien yang sangat membutuhkannya.
Sebenarnya uang yang dibayarkan untuk menebus satu ampul darah bukan untuk membayar darahnya, melainkan untuk membayar biaya-biaya yang diperlukan untuk rangkaian panjang pemrosesan darah tersebut untuk memastikan darah tersebut aman dan layak ditransfusikan ke tubuh pasien yang membutuhkannya. Biaya untuk apa sajakah itu ?
- Tes HB
- Tes Gol Darah
- Tes Tensi
- Cek Hepatitis B
- Cek Hepatitis C
- Cek Hiv/Aids
- Biaya Screening
- Biaya Pengolahan
- Donat,Popmie,Telur,Milo,Air Putih/Makanan lain yg Disediakan.
- Honor Suster dan Dokter yg memeriksa & mengambil darah
- Kantong Darah ( masih Import )
- Tempat penyimpanan darah dengan freezer khusus yang harga per unitnya ratusan juta rupiah
- Operasional UTD ( Listrik, Telepon, karyawan, mobil PMI, dan lai-lain )
Jadi dengan mengganti biaya pengolahan darah sebesar 250rb/kantong, tentu saja merupakan biaya yang wajar .
*Biaya di atas belum termasuk Cross Mayor/Minor,Wash dan Pengecekan Lebih Mendetail hingga bisa ditransfusikan ke tubuh pasien..
Darah yg Dibutuhkan Pasien pun berbeda2, anda perlu mengenal apakah itu
*- WB 350/450CC
*- PRC 175 / 250CC
*- Trombosit 1orang/ Hasil Olah Beberapa orang
- Dan Jenis Lainnya.
Yang harus kita hindari sesungguhnya adalah jangan sampai stok darah kosong karena masyarakat enggan mendonorkan darahnya, bayangkan jika kita punya uang tapi kebutuhan darah tidak terpenuhi, apa yang akan terjadi ?
Hilangkan prasangka buruk dan negatif, hilangkan tuduhan bahwa ada praktek jual-beli darah, yang harus kita budayakan adalah kesadaran mendonorkan darah secara sukarela...karena setetes darah anda berarti bagi kehidupan mereka yang membutuhkannya
24 Agustus 2014
5 Tanaman Pencegah Kanker
Kanker adalah salah satu penyakit yang ditakuti semua orang. Bahkan, menjadi tiga besar pembunuh di Indonesia.
Banyak cara dilakukan agar terhindar dari penyakit ini. Bisa dengan olahraga, menerapkan pola hidup sehat, dan mengonsumsi ramun tradisional.
Berikut adalah lima jenis rempah dan tanaman obat yang diyakini mampu melawan sel kanker, seperti dilansir laman Dummies.
Jahe
Jenis tanaman umbi ini telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati flu sampai sembelit. Jahe dapat digunakan dalam kondisi utuh, bentuk bubuk (bumbu jahe), atau manisan. Jahe memiliki enzim anti kanker yang sekaligus menghilangkan mual dalam pengobatan kanker.
Daun rosemary
Daun ini berasal dari tanah mediterania yang merupakan sumber antioksidan yang baik. Minum dua sampai tiga cangkir teh rosemary dapat memperkuat daya tahan tubuh. Adapun di Indonesia, kini sudah tersedia di supermarket premium.
Kunyit
Zat curcumin pada kunyit bersifat antioksidan dan anti peradangan. Konsumsi parutan kunyit dicampur madu dapat membentengi tubuh dari mutasi sel ganas.
Cabai merah
Cabai mengandung capsaicin, senyawa yang dapat mengurangi rasa sakit. Saat ini tengah dilakukan riset tentang krim cabai merah yang dapat membunuh sel kanker.
Bawang putih
Mengandung senyawa arginin, oligosakarida, flavonoid, dan selenium, bawang putih dapat memerangi sel ganas dalam tubuh. Selain itu, tanaman umbi ini juga mampu meningkatkan imunitas dan mengurangi tekanan darah
Banyak cara dilakukan agar terhindar dari penyakit ini. Bisa dengan olahraga, menerapkan pola hidup sehat, dan mengonsumsi ramun tradisional.
Berikut adalah lima jenis rempah dan tanaman obat yang diyakini mampu melawan sel kanker, seperti dilansir laman Dummies.
Jahe
Jenis tanaman umbi ini telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati flu sampai sembelit. Jahe dapat digunakan dalam kondisi utuh, bentuk bubuk (bumbu jahe), atau manisan. Jahe memiliki enzim anti kanker yang sekaligus menghilangkan mual dalam pengobatan kanker.
Daun rosemary
Daun ini berasal dari tanah mediterania yang merupakan sumber antioksidan yang baik. Minum dua sampai tiga cangkir teh rosemary dapat memperkuat daya tahan tubuh. Adapun di Indonesia, kini sudah tersedia di supermarket premium.
Kunyit
Zat curcumin pada kunyit bersifat antioksidan dan anti peradangan. Konsumsi parutan kunyit dicampur madu dapat membentengi tubuh dari mutasi sel ganas.
Cabai merah
Cabai mengandung capsaicin, senyawa yang dapat mengurangi rasa sakit. Saat ini tengah dilakukan riset tentang krim cabai merah yang dapat membunuh sel kanker.
Bawang putih
Mengandung senyawa arginin, oligosakarida, flavonoid, dan selenium, bawang putih dapat memerangi sel ganas dalam tubuh. Selain itu, tanaman umbi ini juga mampu meningkatkan imunitas dan mengurangi tekanan darah
23 Agustus 2014
Aku Akan Menggendongmu Hingga Ajal Memisahkan Kita
Pada hari pernikahanku, aku menggendong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan apartment kami. Teman-teman memaksaku menggendong istriku keluar dari mobil. Lalu aku menggendongnya ke rumah kami. Dia tersipu malu-malu. Saat itu, aku adalah seorang pengantin pria yang kuat dan bahagia.
Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari berikutnya berjalan biasa. Kami memiliki seorang anak, aku bekerja sebagai pengusaha dan berusaha menghasilkan uang lebih. Ketika aset-aset perusahaan meningkat, kasih sayang diantara aku dan istriku seperti mulai menurun.Istriku seorang pegawai pemerintah. Setiap pagi kami pergi bersama dan pulang hampir diwaktu yang bersamaan. Anak kami bersekolah di sekolah berasrama. Kehidupan pernikahan kami terlihat sangat bahagia, namun kehidupan yang tenang sepertinya lebih mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang tak terduga.Lalu Jane datang ke dalam kehidupanku.
Hari-hari berikutnya berjalan biasa. Kami memiliki seorang anak, aku bekerja sebagai pengusaha dan berusaha menghasilkan uang lebih. Ketika aset-aset perusahaan meningkat, kasih sayang diantara aku dan istriku seperti mulai menurun.Istriku seorang pegawai pemerintah. Setiap pagi kami pergi bersama dan pulang hampir diwaktu yang bersamaan. Anak kami bersekolah di sekolah berasrama. Kehidupan pernikahan kami terlihat sangat bahagia, namun kehidupan yang tenang sepertinya lebih mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang tak terduga.Lalu Jane datang ke dalam kehidupanku.
Hari itu hari yang cerah. Aku berdiri di balkon yang luas. Jane memelukku dari belakang. Sekali lagi hatiku seperti terbenam di dalam cintanya. Apartment ini aku belikan untuknya. Lalu Jane berkata, "Kau adalah laki-laki yang pandai memikat wanita." Kata-katanya tiba-tiba mengingatkan ku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku berkata "Laki-laki sepertimu, ketika sukses nanti, akan memikat banyak wanita." Memikirkan hal ini, aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu, aku telah mengkhianati istriku. Aku menyampingkan tangan Jane dan berkata, "Kamu perlu memilih beberapa furnitur, ok? Ada yang perlu aku lakukan di perusahaan." Dia terlihat tidak senang, karena aku telah berjanji akan menemaninya melihat-lihat furnitur. Sesaat, pikiran untuk bercerai menjadi semakin jelas walaupun sebelumnya tampak mustahil. Bagaimanapun juga, akan sulit untuk mengatakannya pada istriku. Tidak peduli selembut apapun aku mengatakannya, dia akan sangat terluka. Sejujurnya, dia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam, dia selalu sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk di depan televisi. Makan malam akan segera tersedia. Kemudian kami menonton TV bersama. Hal ini sebelumnya merupakan hiburan bagiku. Suatu hari aku bertanya pada istriku dengan bercanda, "Kalau misalnya kita bercerai, apa yang akan kamu lakukan?" Dia menatapku beberapa saat tanpa berkata apapun. Kelihatannya dia seorang yang percaya bahwa perceraian tidak akan datang padanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya ketika nanti dia tahu bahwa aku serius tentang ini.
Ketika istriku datang ke kantorku, Jane langsung pegi keluar. Hampir semua pegawai melihat istriku dengan pandangan simpatik dan mencoba menyembunyikan apa yang sedang terjadi ketika berbicara dengannya. Istriku seperti mendapat sedikit petunjuk. Dia tersenyum dengan lembut kepada bawahan-bawahanku. Tapi aku melihat ada perasaan luka di matanya.
Sekali lagi, Jane berkata padaku, "Sayang, ceraikan dia, ok? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak bisa ragu-ragu lagi.Ketika aku pulang malam itu, istriku sedang menyiapkan makan malam. Aku menggemgam tangannya dan berkata, "Ada yang ingin aku bicarakan." Dia kemudian duduk dan makan dalam diam. Lagi, aku melihat perasaan luka dari matanya.Tiba-tiba aku tidak bisa membuka mulutku. Tapi aku harus tetap mengatakan ini pada istriku. Aku ingin bercerai. Aku memulai pembicaraan dengan tenang.Dia seperti tidak terganggu dengan kata-kataku, sebaliknya malah bertanya dengan lembut, "Kenapa?".Aku menghindari pertanyaannya. Hal ini membuatnya marah. Dia melempar sumpit dan berteriak padaku, "Kamu bukan seorang pria!" Malam itu, kami tidak saling bicara. Dia menangis. Aku tahu, dia ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam pernikahan kami. Tapi aku sulit memberikannya jawaban yang memuaskan, bahwa hatiku telah memilih Jane. Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya mengasihaninya!.
Dengan perasaan bersalah, aku membuat perjanjian perceraian yang menyatakan bahwa istriku bisa memiliki rumah kami, mobil kami dan 30% aset perusahaanku.
Dia melirik surat itu dan kemudian merobek-robeknya. Wanita yang telah
menghabiskan 10 tahun hidupnya denganku telah menjadi seorang yang asing
bagiku. Aku menyesal karena telah menyia-nyiakan waktu, daya dan
tenaganya tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yang telah aku katakan
karena aku sangat mencintai Jane. Akhirnya istriku menangis dengan
keras di depanku, yang telah aku perkirakan sebelumnya. Bagiku,
tangisannya adalah semacam pelepasan. Pikiran tentang perceraian yang
telah memenuhi diriku selama beberapa minggu belakangan, sekarang
menjadi tampak tegas dan jelas.
Hari berikutnya, aku pulang terlambat dan melihat istriku menulis sesuatu di meja makan. Aku tidak makan malam, tapi langsung tidur dan tertidur dengan cepat karena telah seharian bersama Jane.
Hari berikutnya, aku pulang terlambat dan melihat istriku menulis sesuatu di meja makan. Aku tidak makan malam, tapi langsung tidur dan tertidur dengan cepat karena telah seharian bersama Jane.
Ketika aku terbangun, istriku masih disana, menulis. Aku tidak mempedulikannya dan langsung kembali tidur.
Paginya, dia menyerahkan syarat perceraiannya: Dia tidak menginginkan
apapun dariku, hanya menginginkan perhatian selama sebulan sebelum
perceraian. Dia meminta dalam 1 bulan itu kami berdua harus berusaha
hidup sebiasa mungkin. Alasannya sederhana : Anak kami sedang menghadapi
ujian dalam sebulan itu, dan dia tidak mau mengacaukan anak kami dengan
perceraian kami.Aku setuju saja dengan permintaannya. Namun dia meminta satu lagi, dia
memintaku untuk mengingat bagaimana menggendongnya ketika aku membawanya
ke kamar pengantin, di hari pernikahan kami. Dia memintanya selama 1 bulan setiap hari, aku menggendongnya keluar
dari kamar kami, ke pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia gila. Aku
menerima permintaannya yang aneh karena hanya ingin membuat hari-hari
terakhir kebersamaan kami lebih mudah diterima olehnya. Aku memberi tahu Jane tentang syarat perceraian dari istriku. Dia
tertawa keras dan berpikir bahwa hal itu berlebihan. "Trik apapun yang
dia gunakan, dia harus tetap menghadapi perceraian!", kata Jane, dengan
nada menghina.
Istriku dan aku sudah lama tidak melakukan kontak fisik sejak keinginan untuk bercerai mulai terpikirkan olehku. Jadi, ketika aku menggendongnya di hari pertama, kami berdua tampak canggung. Anak kami tepuk tangan di belakang kami. Katanya, "Papa menggendong mama!" Kata-katanya membuat ku merasa terluka. Dari kamar ke ruang tamu, lalu ke pintu depan, aku berjalan sejauh 10 meter, dengan dirinya dipelukanku. Dia menutup mata dan berbisik padaku, "Jangan bilang anak kita mengenai perceraian ini." Aku mengangguk, merasa sedih. Aku menurunkannya di depan pintu. Dia pergi untuk menunggu bus untuk bekerja. Aku sendiri naik mobil ke kantor.
Hari kedua, kami berdua lebih mudah bertindak. Dia bersandar di dadaku. Aku bisa mencium wangi dari pakaiannya. Aku tersadar, sudah lama aku tidak sungguh-sungguh memperhatikan wanita ini. Aku sadar dia sudah tidak muda lagi, ada garis halus di wajahnya, rambutnya memutih. Pernikahan kami telah membuatnya susah. Sesaat aku terheran, apa yang telah aku lakukan padanya.
Hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku merasa rasa kedekatan seperti kembali lagi. Wanita ini adalah seorang yang telah memberikan 10 tahun kehidupannya padaku.
Istriku dan aku sudah lama tidak melakukan kontak fisik sejak keinginan untuk bercerai mulai terpikirkan olehku. Jadi, ketika aku menggendongnya di hari pertama, kami berdua tampak canggung. Anak kami tepuk tangan di belakang kami. Katanya, "Papa menggendong mama!" Kata-katanya membuat ku merasa terluka. Dari kamar ke ruang tamu, lalu ke pintu depan, aku berjalan sejauh 10 meter, dengan dirinya dipelukanku. Dia menutup mata dan berbisik padaku, "Jangan bilang anak kita mengenai perceraian ini." Aku mengangguk, merasa sedih. Aku menurunkannya di depan pintu. Dia pergi untuk menunggu bus untuk bekerja. Aku sendiri naik mobil ke kantor.
Hari kedua, kami berdua lebih mudah bertindak. Dia bersandar di dadaku. Aku bisa mencium wangi dari pakaiannya. Aku tersadar, sudah lama aku tidak sungguh-sungguh memperhatikan wanita ini. Aku sadar dia sudah tidak muda lagi, ada garis halus di wajahnya, rambutnya memutih. Pernikahan kami telah membuatnya susah. Sesaat aku terheran, apa yang telah aku lakukan padanya.
Hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku merasa rasa kedekatan seperti kembali lagi. Wanita ini adalah seorang yang telah memberikan 10 tahun kehidupannya padaku.
Hari kelima dan keenam, aku sadar rasa kedekatan kami semakin bertumbuh.
Aku tidak mengatakan ini pada Jane. Seiring berjalannya waktu semakin
mudah menggendongnya. Mungkin karena aku rajin berolahraga membuatku
semakin kuat.
Satu pagi, istriku sedang memilih pakaian yang dia ingin kenakan. Dia mencoba beberpa pakaian tapi tidak menemukan yang pas. Kemudian dia menghela nafas, "Pakaianku semua jadi besar." Tiba-tiba aku tersadar bahwa dia telah menjadi sangat kurus. Ini lah alasan aku bisa menggendongnya dengan mudah.
Satu pagi, istriku sedang memilih pakaian yang dia ingin kenakan. Dia mencoba beberpa pakaian tapi tidak menemukan yang pas. Kemudian dia menghela nafas, "Pakaianku semua jadi besar." Tiba-tiba aku tersadar bahwa dia telah menjadi sangat kurus. Ini lah alasan aku bisa menggendongnya dengan mudah.
Tiba-tiba aku terpukul. Dia telah memendam rasa sakit dan kepahitan yang
luar biasa di hatinya. Tanpa sadar aku menyentuh kepalanya.Anak kami datang saat itu dan berkata, "Pa, sudah waktunya menggendong
mama keluar." Bagi anak kami, melihat ayahnya menggendong ibunya keluar
telah menjadi arti penting dalam hidupnya. Istriku melambai pada anakku
untuk mendekat dan memeluknya erat. Aku mengalihkan wajahku karena takut
aku akan berubah pikiran pada saat terakhir. Kemudian aku menggendong
istriku, jalan dari kamar, ke ruang tamu, ke pintu depan. Tangannya
melingkar di leherku dengan lembut. Aku menggendongnya dengan erat,
seperti ketika hari pernikahan kami.Tapi berat badannya yang ringan membuatku sedih.
Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya, sulit sekali bagiku untuk bergerak. Anak kami telah pergi ke sekolah. Aku menggendongnya dengan erat dan berkata, "Aku tidak memperhatikan kalau selama ini kita kurang kedekatan."
Aku pergi ke kantor, keluar cepat dari mobil tanpa mengunci pintunya.
Aku takut, penundaan apapun akan mengubah pikiranku. Aku jalan keatas,
Jane membuka pintu dan aku berkata padanya,
"Maaf, Jane, aku tidak mau perceraian."
Dia menatapku, dengan heran menyentuh keningku. "Kamu demam?", tanyanya.
Aku menyingkirkan tangannya dari kepalaku. "Maaf, Jane, aku bilang, aku
tidak akan bercerai." Kehidupan pernikahanku selama ini membosankan
mungkin karena aku dan istriku tidak menilai segala detail kehidupan
kami, bukan karena kami tidak saling mencintai. Sekarang aku sadar,
sejak aku menggendongnya ke rumahku di hari pernikahan kami, aku harus
terus menggendongnya sampai maut memisahkan kami.
Jane seperti tiba-tiba tersadar. Dia menamparku keras kemudian
membanting pintu dan lari sambil menangis. Aku turun dan pergi keluar.
Di toko bunga, ketika aku berkendara pulang, aku memesan satu buket
bunga untuk istriku. Penjual menanyakan padaku apa yang ingin aku tulis
di kartunya. Aku tersenyum dan menulis, "Aku akan menggendongmu setiap
pagi hingga ajal memisahkan kita".
Sore itu, aku sampai rumah, dengan bunga di tanganku, senyum di wajahku,
aku berlari ke kamar atas, hanya untuk menemukan istriku terbaring di
tempat tidur - meninggal. Istriku telah melawan kanker selama
berbulan-bulan dan aku terlalu sibuk dengan Jane sampai tidak
memperhatikannya. Dia tahu dia akan segera meninggal, dan dia ingin
menyelamatkanku dari reaksi negatif apapun dari anak kami, seandainya kami
jadi bercerai. -- Setidaknya, di mata anak kami --- aku adalah suami
yang penyayang.
Pesan moral yang bisa kita petik :
Pesan moral yang bisa kita petik :
Sesuatu akan terasa sangat berharga pada saat kita kehilangan. Oleh karena itu, mari kita belajar dari sekarang untuk mensyukuri apa yang sudah kita miliki. Belajar untuk senantiasa mencintai dan memegang teguh janji suci seperti awal kita mencintai pasangan hidup kita. Tak ada bahtera tanpa terjangan badai. Senantiasa kita hidupkan cinta untuk bisa bertahan bahkan melalui badai tersebut. Mengingat kembali apa yang dulu membuat kita mencintai pasangan kita. Apa yang membuat kita begitu tergila-gila padanya. Semoga dengan menghidupkan setiap detil romantisme akan bisa selalu menjaga kesetiaan kita pada pasangan kita masing-masing. Aamiin...
22 Agustus 2014
Kastengel
Bahan :
25 gr margarin
150 gr butter
2 butir kuning telur
125 gr keju edam, parut
225 gr tepung terigu protein sedang
keju cheddar parut untuk taburan secukupnya
Bahan Olesan :
2 butir kuning telur + 1 sdt margarin
(campur dan aduk rata)
Cara Membuat :
- Kocok butter, margarin dan kuning telur hingga sedikit mengembang (sebentar aja ya).
- Masukkan terigu dan keju edam sedikit demi sedikit sambil diaduk rata menggunakan spatula.
- Gilas adonan menggunakan rolling pin dan cetak sesuai selera.
- Tata di loyang yang sudah dioles tipis margarin, beri olesan dan taburi keju cheddar parut.
- Panggang dalam oven bersuhu 160'C selama 20-30 menit hingga matang.
- Angkat dan dinginkan di atas colling rack baru dimasukkan ke dalam wadah kedap udara.
17 Agustus 2014
AMERICAN RISOLLES ( AMRIS ) #MODIF
American Risolles atau biasa dikenal dengan Amris. Camilan yang satu ini hampir mirip dengan risoles biasa pada umumnya, bedanya hanya terletak pada isiannya saja. Tapi kali ini saya membuat kulitnya tidak dengan campuran tepung terigu dan susu melainkan menggunakan cara praktis yaitu memakai roti tawar kupas. Maklum kalau pagi-pagi menyiapkan ini itu buat bekal anak-anak ke sekolah lumayan ribet. Jadi pilih yang praktis tapi anak-anak tetap suka. Oh ya, untuk amris modif inipun saya tidak menggunakan daging asap atau smoked beef, tapi saya ganti menggunakan sosis goreng. Praktis tapi tetap nikmat dan enak bingiiits di lidah :)
Bahan :
1 pack roti tawar kupas isi 10 lembar (pilih yg rotinya lembut dan empuk)
4 buah sosis goreng ( goreng sosis, kemudian iris serong tipis-tipis)
2 butir telur rebus ( tiap butir iris menjadi 5 bagian memanjang atau sesuai selera)
100 gr keju cheddar ( iris memanjang menjadi 10 bagian )
2 butir telur ( kocok lepas )
Tepung roti ( saya lebih suka menggunakan tepung roti merk 'Mama Suka', lebih bersih dan renyah )
Mayonais ( saya juga menggunakan merk Mama Suka )
Cara Membuat :
1.Ambil selembar roti tawar, pipihkan menggunakan telapak tangan beralaskan talenan.
2. Isi dengan irisan sosis goreng, irisan telur rebus, potongan keju, dan 1 sdt mayonais.
3. Lipat menjadi dua, pada bagian tepi oles dengan kocokan telur sedikit untuk merekatnya sisi-sisi pinggirnya kemudian pencet tepinya hingga tidak ada bagian yang terbuka.
4. Celupkan ke dalam kocokan telur, kemudian gulingkan pada tepung roti hingga menempel rata.
5. Ulangi langkah 1 s/d 4 hingga semua lembar roti tawar habis.
6. Goreng amris hingga kuning keemasan.
7. Sajikan hangat dengan cabe rawit atau sambal botolan.
15 Agustus 2014
EGG CHICKEN ROLL
Anak-anak saya paling doyan makan hoka-hoka bento, terutama Egg Chicken Rollnya. Tapi makin lama harga di resto tsb makin melambung. Akhirnya iseng-iseng surfing di internet mencari resepnya. Dan ternyata banyak sekali yang merekomendasikan resep tersebut. Setelah seleksi sana-sini, rata-rata hampir sama resepnya. Okelah kalau begitu akhirnya untuk perdana saya mencoba memasak sendiri Egg Chicken Roll buat kelurga tercinta sodarah-sodarah :D
Bahan isi:
500 gram ayam cincang
1 sdm tepung maizena
1 sdm tepung sagu
1 sdt kecap asin
1/2 sdm garam halus
1/2 sdm gula pasir
2 sdm minyak goreng
2 putih telur ayam
½ sdt minyak wijen (saya 1 sdm minyak wijen agar lebih harum aroma wijennya)
¼ sdt merica bubuk
3 siung bawang putih cincang dan tumis dengan 1 sdm minyak goreng
Bahan kulit:
3 butir telur + 2 kuning telur sisa bahan isi
80 gr terigu
20 gr maizena (+-1 sdm)
150 cc air
½ st garam halus
1 sdm mentega cair
Cara membuat:
1. campur semua bahan isi, dan aduk menggunakan tangan hingga rata
2. campur semua bahan kulit, kemudian dadar di teflon
3. isi kulit dengan bahan isi, kemudian gulung yang rapih
4. kukus +/- 30 menit
5. dinginkan, iris serong +/- sepanjang 2-3 cm, goreng sampai kuning kecoklatan.
Bahan isi:
500 gram ayam cincang
1 sdm tepung maizena
1 sdm tepung sagu
1 sdt kecap asin
1/2 sdm garam halus
1/2 sdm gula pasir
2 sdm minyak goreng
2 putih telur ayam
½ sdt minyak wijen (saya 1 sdm minyak wijen agar lebih harum aroma wijennya)
¼ sdt merica bubuk
3 siung bawang putih cincang dan tumis dengan 1 sdm minyak goreng
Bahan kulit:
3 butir telur + 2 kuning telur sisa bahan isi
80 gr terigu
20 gr maizena (+-1 sdm)
150 cc air
½ st garam halus
1 sdm mentega cair
Cara membuat:
1. campur semua bahan isi, dan aduk menggunakan tangan hingga rata
2. campur semua bahan kulit, kemudian dadar di teflon
3. isi kulit dengan bahan isi, kemudian gulung yang rapih
4. kukus +/- 30 menit
5. dinginkan, iris serong +/- sepanjang 2-3 cm, goreng sampai kuning kecoklatan.
Srikaya Pisang Pandan
Hidangan pencuci mulut ini rasanya manis gurih dan aroma santan telurnya begitu lembut di lidah. Bikin melek merem pokoknya saat menikmatinya hehehe... Salah satu jajanan warisan leluhur kita yang nikmat dinikmati saat musim apapun ataupun saat berbuka puasa.Saat musim panas, srikaya nikmat disantap dingin. Saat musim penghujan, hidangan ini nikmat sekali disantap saat masih hangat. Saat saya kecil ibu biasa membuatkan srikaya dengan gula merah / gula jawa. Namun suami lebih suka memakai gula pasir. Tapi menurut saya keduanya sama-sama enaknya. Kalau menggunakan gula merah, ada sensasi legitnya dari gula merah tsb, lebih arum lagi bila kita menggunakan gula aren. Namun jika menggunakan gula pasir, rasanya jadi lebih ringan, tidak seberat bila menggunakan gula merah. Yuk sekarang cekidot cara pembuatannya ;)
--------
200 ml santan kental
3 butir telor ayam
200 cc air
3 buah pisang ambon /raja nangka/kepok kuning (sesuai selera)
3 lembar roti tawar rasa pandan, tiap lembar iris kotak mjd 9 bagian
1/2 lembar daun pandan ( potong mjd 4 )
Gula pasir (sesuai selera)
1/2 sdt Garam
Cara Membuat :
-----------------
- Iris pisang bulat-bulat tipis (+- 1/2 cm), sisihkan.
- Kocok lepas telur.
- Aduk rata santan + air + gula pasir + garam + kocokan telur.
- Ambil pinggan untuk mengkukus ( kalau saya memakai rantang ukuran standart )
- Tuang adukan santan td ke pinggan setinggi kurleb 1 cm, kemudian tata separo irisan pisang.
- Tuangi lagi dengan setengah adukan santan
- Tata irisan roti tawar, tuangi sedikit adukan santan sampai membasahi roti tawar
- Tata sisa irisan pisang sampai habis, kemudian tuang sisa adukan santan.
- Beri hiasan sobekan daun pandan di atasnya
- Kukus selama kurleb 45 menit / sampai srikaya matang
Langganan:
Postingan (Atom)